Petani Singkong Kian Terpuruk, Perusahaan Terapkan Biaya Rafaksi Tinggi

ilustrasi
Share :

ragamlampung.com — Petani singkong di Kabupaten Lampung Utara kembali terpuruk, setelah harga jual singkong yang hanya Rp698/kg, kini ditambah biaya rafaksi (pemotongan atau pengurangan) yang tinggi.

Singkong jenis Thailand dikenakan rafaksi sebesar 28 persen, sedangkan singkong jenis Kasesa dan Andiri masing-masing dikenakan 20 dan 24 persen. Dengan demikian petani hanya dapat menikmati hasil panennya tidak lebih dari 40 persen dari harga jual.

Biaya yang harus dikeluarkan petani bertambah lagi untuk biaya operasional pascapanen, seperti ongkos cabut dan angkut serta biaya pengiriman ke pabrik.

“Tak ada lagi yang kami dapat kalau hasil penjualan tidak lebih dari 40 persen,” kata Deri Husriyadi, koordinator Forum Komunikasi Petani Singkong Lampung Utara, Kamis (14/12/2016).

Deri didampingi rekannya yakni Adi Rasyid, Ali Antoni, Fadri, Rulfa, Triyono dan Awi menuturkan, dalam seminggu terakhir sejumlah perusahaan di daerah itu menerapkan peningkatan rafaksi.

Sebelumnya besaran rafaksi untuk singkong jenis Kasesa 14 persen, Andira (16 persen), dan Thailand (28 persen). Padahal dengan rafaksi sebesar itu, petani sudah berat mengingat harga jual yang rendah.

“Harga yang diterapkan perusahaan hanya kisaran Rp630 sampai Rp698/kg. Itu masih harus dikurangi dengan potongan DO sebesar Rp20, premi Rp10, dan uang jejek Rp10. Dari sini berarti petani harus kehilangan Rp40/kg. Jika begini petani akan terus rugi,” tutur Deri.

Adi Rasyid menambahkan, pemerintah harus segera mengambil tindakan menyelamatkan nasib petani singkong.

“Panggil perusahaan itu kemudian meminta turunkan rafaksi seperti semula. Apalagi antara perusahaan dan pemda sudah teken kesepakatan harga beli minimal Rp700,” katanya.

Apalagi hampir 95 persen petani di Lampung Utara menggantungkan harapannya dari tanaman singkong. “Jika pemerintah tidak memerhatikan ini, kami akan mengambil tindakan sendiri.” kata dia. (ar)

Share :