Sanksi ASN Harus Fair dan Tidak Tebang Pilih

Share :

Terkait Gugatan Salah Satu ASN kepada Bupati Lampung Utara

ragamlampung.com – Pemberian sanksi terhadap ASN (Aparatur Sipil Negara) hendaknya dilakukan tanpa tebang pilih.

Bila merujuk pada PP 53 tentang Disiplin Pegawai memang harus melalui tahapan pemeriksaan secara internal oleh inspektorat.

“Jika persoalan disiplin PNS memang harus ditegakkan maka tidak tebang pilih, mengingat di Lampura masih banyak PNS yang memang jarang sekali masuk kerja sekaligus nyambi jadi kontraktor,” kata salah satu praktisi hukum Sodri Helmi MH ketika dimintai tanggapannya  terkait gugatan salah satu ASN di Lampung Utara kepada Bupati setempat, Jumat, (14/04/2017).

Sodri menyebut langkah hukum gugatan PTUN memang merupakan langkah yg tepat, akan tetapi biasanya lemah dalam eksekusi putusan.

“Itulah salah satu upaya yang ditempuh (PTUN, red) bila tidak puas atau menerima keputusan yang telah dikeluarkan dalam hal ini Bupati Lampung Utara,” kata Sodri.

Terkait ASN yang juga merangkap sebagai anggota atau pengurus lembaga yang fungsinya mengontrol pemerintah, menurut Sodri memang tidak melanggar.

“Namun rasanya agak sulit membenahi birokrasi menggunakan almamater luar sementara kita masih berada di dalam sistem tersebut. Saya kira akan lebih fair bila memang berada di luar sekalian sehingga tidak menimbulkan konflik interest,” kata Sodri

Diketahui, seorang pegawai negeri sipil di Kabupaten Lampung Utara melayangkan gugatan terhadap bupati di daerah itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia keberatan dengan sanksi yang dijatuhkan atasannya berupa penurunan pangkat dan penundaan kenaikan pangkat selama tiga tahun.

Masih ada sanski lainnya terhadap Alian Arsil, staf di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Lampung Utara itu. Gajinya dipotong sebesar 50 persen, dan dimutasi dari Dinas Pekerjaan Umum ke Dinsosnakertrans.

“Dalam waktu dekat gugatan kita sampaikan ke PTUN, saya dan kuasa hukum sedang mempersiapkan gugatan dimaksud,” katanya, Rabu (12/4/2017).

Ia mengatakan, langkah hukum itu terpaksa dilakukan karena surat keberatan pemberian sanksi tidak direspons positif. Padahal sanksi itu menyalahi aturan dan mengada-ngada. Ia mengaku tak pernah diklarifikasi atau diperiksa secara lisan maupun surat dari inspektorat.

“Pemberian sanksi ini melawan hukum, dan terkesan dendam pribadi karena saya mengungkap sejumlah dugaan korupsi di Pemkab Lampung Utara,” kata Alian yang juga Ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) daerah itu.

Ia heran bupati menjatuhkan dua sanksi sekaligus, padahal tidak ada dalam aturannya. Sedangkan alasan indisipliner jarang masuk kerja, tidak masuk akal. Karena, dari tahun 2010 sampai 2014 ia ditunjuk ketua tim PHO Dinas PU Lampung Utara. “Siapa yang akan teken PHO jika saya tidak masuk kerja,” ujarnya. (rh)

Share :