Kegelisahan Nelayan Kecil di Lampung

ilustrasi
Share :
ilustrasi
ilustrasi

ragamlampung.com — Cerita lain datang dari Lampung. Ayah sembilan anak yang menggantungkan hidupnya dan hidup keluarganya dari hasil tangkapan ikan.

Aziz (62), fisiknya tak sekuat saat usianya masih belasan. Usianya kini seredup sorot matanya yang memantul bening. Aziz mengatakan, dia tak lagi melaut sejak hampir dua tahun belakangan.

“Sekarang antar jemput bule (warga negara asing) yang mau piknik, kalau melaut sudah enggak mampu saya,” kata Aziz, Selasa (11/10/2016).

Ketidakmampuan Aziz bukan tanpa alasan. Aziz pernah harus menepi secara paksa, melajukan kapalnya dalam kecepatan maksimal, bahkan dia mengaku harus kuat menahan arus demi melarikan diri dari Satuan Petugas Laut yang berpatroli menanyakan berbagai surat izin yang belum juga Aziz urus.

“Bukannya saya mau membohongi negara, urus surat izin itu ribetnya minta ampun, harus ke menteri ini, harus ke gedung itu, mana urusnya di Jakarta, bayarnya mahal, saya ini cuma nelayan tradisional, nelayan kecil,” ucap Aziz.

Hal inilah yang mendorong Aziz untuk menyerah dari pekerjaan yang telah dia geluti lebih dari setengah masa hidupnya.

“Jujur yah, sekarang itu ikan banyak, tapi kami juga makin kesulitan karena banyak aturan,” tuturnya.

Tak ada yang bisa menyangkal jika keadaan laut Indonesia saat ini tergolong lebih baik dari sebelumnya. Ikan yang melimpah ruah dan semakin berkurang aktifitas illegal fishing kapal asing adalah buah dari upaya wanita nomor satu di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Sejak menjabat, Susi memang hobi menembak dan meledakkan kapal. Aksi ini dia klaim sebagai sikap tegas untuk melawan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia yang telah berlangsung belasan tahun.

Bukan hanya meledakkan dan menembak kapal di tengah lautan, Menteri Susi juga hobi membuat aturan. Bahkan tidak sedikit aturan yang dia terapkan semakin membuat nelayan kecil terjepit di tengah limpahan ikan yang tak bisa ditangkap.

Cendekiawan maritim, Azyumardi Azra mengatakan, Susi gagah sebagai pemimpin tapi luput perhitungan. Semua sikap dan kebijakan yang dibuatnya memang bisa membalikan keadaan laut Indonesia menjadi laut strategis dengan ikan yang melimpah ruah, tapi tanpa perhitungan matang lantaran banyak nelayan merasa dirugikan.

Menurut Azyumardi, dalam membuat sebuah kebijakan, seorang pemimpin sekelas menteri harus memperhitungkan efek jangka panjang maupun pendek yang akan dialami secara langsung oleh masyarakat.

“Sayangnya dari yang saya lihat, Ibu Menteri terlalu fokus pada efek jangka panjang, padahal nelayan kita tidak hanya hidup di masa depan, masa kini juga perlu,” kata Azyumardi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (9/10/2016).

Menurut Azyumardi, tidak salah ketika seorang pemimpin membuat aturan, namun perhitungan yang matang dari berbagai sisi harus diperhitungkan.

“Jangan sampai nelayan merasa termarginalkan, padahal kebijakan yang dibuat saya yakin untuk kelangsungan nelayan hingga puluhan tahun ke depan, tapi semua harus adil, jangan sampai laut sejahtera, tapi nelayan tak bisa apa-apa,” katanya. (ar)

Share :