Demo 4 November, PP Muhammadiyah Keluarkan Sikap

Share :

logo-muhammadiyah
ragamlampung.com — Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Rabu (2/11/2016), mengeluarkan sikap terkait Aksi 4 November. Pernyataan itu ditandatangani Ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekjen Abdul Mu’ti mewakali jamaah Muhammadiyah se-Indonesia.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam pernyataannya mengimbau umat Islam tidak menghabiskan energinya untuk aksi yang bersifat politis. “Masih banyak tugas berat untuk mengamalkan Alquran,” katanya.

Ia mengatakan, banyak startegi alternatif yang efektif, dan damai untuk menyampaikan aspirasi dan perjuangan. Karena itu, diperlukan komunikasi politik dan aliansi strategis di antara umat Islam sehingga perjuangan tercapai.

PP Muhammadiyah menyatakan, secara kelembagaan pengurus lembaga itu tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa penolakan penistaan agama pada 4 November mendatang. Namun, aksi itu hak demokrasi warga yang sah dan dijamin UUD, maka aksi tersebut tidak dapat dilarang oleh siapapun termasuk pemerintah.

“Bagi warga Muhammadiyah yang mengikuti aksi demonstrasi harus memahami sepenuhnya bahwa keikutsertaan merupakan sikap pribadi sehingga tidak diperkenankan membawa atribut Muhammadiyah, terutama bendera, mengunakan fasilitas, dan perserikatan untuk kepentingan demonstrasi serta segala akibat yang timbul merupakan tanggung jawab sendiri,” kata Haeder.

Haedar menegaskan, aksi demonstrasi hendaknya dilakukan dengan santun yang mencerminkan akhlak Islam dan budaya bangsa yang berkepribadian. Pendemo harus mengindahkan ketentuan hukum, sikap toleransi, dan menghormati yang tidak mengikuti unjuk rasa.

Menurut dia, kepolisian harus melakukan langkah proaktif, cepat dan transparan untuk melakukan proses hukum. Jika memperlambat, dapat menimbulkan persepsi negatif yang merugikan citra kepolisian dan pemerintah.

Haedar mengaku Muhammadiyah mendukung penuh penyelesaian penistaan agama secara hukum, dengan mengawasi prosesnya sehingga dapat diputuskan adil.

Dia mengatakan, penistaan agama yang dilakuan secara lisan, tulisan, dan tindakan adalah perbuatan melanggar. “Siapa pun yang melakukan penistaan baik secara perorangan atau kelompok harus ditindak dan diadili sesuai hukum yang berlaku. Kami percaya pemerintah tidak akan intervensi terhadap proses hukum tersebut,” kata Haedar. (ar)

Share :